Sabtu, 15 Januari 2011

Marmut Merah Jambu

    Di tengah-tengah gue lagi menyelesaikan menulis untuk buku ini, di bulan Oktober 2009, gue dan pacar berjalan melihat-lihat binatang yang ada di Toolonga Zoo Park, Sydney. Ini adalah paertama kalinya kita pacaran ke kebun binatang, dan untungnya, kita pacaran di sebuah kebun binatang di Sydney, yang bersih dan teratur. Sangat berbeda dengan pacaran di Ragunan, di mana baru ajalan beberapa langkah pasti udah ada yang nawarin tiker, atau es krim, atau kombinasi antara es krim dan tiker. Pacaran di kebun binatang punya banyak keuntungan, seperti misalnya gue ngerasa pede karena yang gue lihat hampir selalu lebih jelek dari pada kita. Kita berjalan sudah cukup lama hari itu sebelum akhirnya berhenti di salah satu kandang. Dia menunjuk ke arah koala yang sedang tidur sambil berkata, 'Lihat, itu ada koala, lucu banget.'
   Gue melihat ke arah koala yang dia tunjuk. Gue tidak mengerti ada lucunya gumpalan abu-abu yang diam saja nempel di batang pohon. Koala tersebut sedang santai memakan daun eucalyptus seolah-olah tidak terjadi apa- apa di dalam hidupnya.'Coba jumper kamu dinaikin deh,' kata dia. Gue menaikkan jumper gue. Dia lalu melanjutkan,'Ihh jadi mirip koala!' katanya gemes sambil mencubit-cubit pipi gue. Dia melihat ke arah koala, kali ini koalanya makan daun. Pacar gue ngelihat ke arah gue sambil bilang 'Coba kamu ikutan makan daun!' Gue lalu membuka-tutup mulut gue seolah-olah gue sedang memakan daun. Dia melihat ke arah koalanya lagi, dan kali ini koalanya pup dari atas pohon. Pacar ngeliatin gue, dan gue siap-siap ngeden
    Kita lalu berjalan-jalan mengelilingi Zoo melihat binatang demi binatang. Pacaran di tengah-tengah binatang ini sambil melihat dari satu kadang ke kandang lain membuat gue berpikir, apa binatang mampu jatuh cinta ? Satu hal yang gue tahu pasti, binatang punya kebiasaan yang aneh ketika jatuh cinta. Ambil contoh belalang sembah, Setiap belalang sembah abis kawin, belalang sembah yang betina akan memakan kepala yang jantan. Kasian banget ya ? mereka baru saja mengalami malam pertama, si belalang jantan jadi gk perjaka ... eh palanya dimakan ama yang cewek. Serem memang, tapi yang jadi pertanyaan tak terjawab adalah: kalo gitu, kenapa masih ada belalang yang mau kawin ? Apakah belalang-belalang jantan ini gak di kasih tahu sama emak belalang (bapaknya gk ada,karena pasti udah mati), ngumpul di ruang tamu dan di bilangin: 'Nak, jangan kawin ya... ntar pala kamu buntung.' Apakah mereka gak denger gosip-gosip dari temen-temen mereka (sesama belalang) atas hal ini? kenapa masih ada belalang yang masih mau kawin?
    Gue mengambil kesimpulan sendiri: semua belalang jantan udah tahu kalo kepala mereka bakalan di makan kalau mereka kawin, tapi mereka tetep mau kawin. Kesimpulannya: belalang jantan berani mati demi cinta. Kesimpulannya lagi: tidak ada yang lebih romantis dari pada percintaan antara dua belalang. Gue tidak akan mungkin seberani belalang-belalang jantan ini. Kalau gue jadi belalang jantan, hal pertama kalo yang gue lakukan  adalahh mendeklarasikan kalau gue homo, cari belalang jantan lain yang masih berondong dan kawin di Belanda.
    Di satu sisi yang lain, ada binatang bernama ferret, sejenis musang yang bisa dipelihara. Jadi, gue pernah liat suatu siaran dokumenter tentang ferret ini. Dalam tayangan dokumenter tersebut, gue jadi tahu ternyata kalau ferret yang gk bisa kawin pada musimnya, yang cewe akan mati karena kelebihan hormon. Gue melihat ferret cewek yang lari-lari liar karena kelebihan hormon, gak nemuin pasangan yang mau ngawinin dia, lalu ... mati. Itu juga serem. Yang kasihan justru ferret-ferret cewek yang jelek ( dalam standar ferret, tentunya ) mereka gak bakalan dapet pasangan kawin dan akhirnya ... mati jomblo.
    'Kasian yah, ferret-ferret cewek ini' kata gue, setelah menjelaskan apa yang gue tahu tentang ferret kepada pacar gye.' Mereka mati gara-gara jomblo.'
'Iya,' kata dia. ' Kalo kamu binatang kira-kira kamu jadi apa ya?'
'Koala kali, ya.'
'Bener tuh! Kamu koala banget,' kata dia. 'Kamu kan mukanya ngantukan, terus males gerak ke mana-mana. Kalo aku kira-kira apa ?'
'Kamu singa,' kata gue, mengingat sifar dia yang beringas.'Singa pemakan koala.'
'Aku pengin kita begini terus,' kata gue, sambil mempererat genggaman gue.
    Saat itu gue sadar, inilah apa yang gue coba tulis di buku Marmut Merah Jambu ini: tentang bagaimana manusia pacaran, tentang manusia jatuh cinta, tentang gue jatuh cinta. Dari mulai bagaimana jatuh cinta dengan diam- diam, sampai naksir orang via chatting. Dari mulai susahnya mutusin cewek, sampai ditaksir sama cewek aneh. Dari mulai kita nembak cewe, sampai akhirnya membuat janji seperti lazimnya orang berpacaran lain nya, seperti" kita bakalan kaya gini terus. Janji yang terkadang gak bisa ditepati.
    Dia bertanya lagi ke gue,'Kamu dari mana yakin kita bakalan gini terus?' dia lalu berdehem, sebelum akhirnya melanjutkan, 'sebelumnya kan kamu juga udah pernah pacaran. Pernah punya hubungan yang gagal.'
'Lah, kamu juga,' balas gue
'Makanya. Siapa tahu ... kita nanti gagal juga?'
'Itu resiko yang aku ambil,' kata gue

    Dalam hati, gue berharap hubungan gue dan pacar gue sekarang seperti hubungan binatang yang setia satu sama lain selama hidupnya. Ambil contoh burung loverbirds, burung ini setia sama satu pasangan selama hidupnya, samapi-sampai ketika pasangannya mati, burung yangs atunya lagi akan merenung, depresi, akhirnya tidak lama kemudian mati menyusul pasangannya. Romantis banget ya ?
    Tidak seperti burung loverbirds, manusia adalaha spesies yang aneh. Kebanyakan dari kita pasi pernah ngerasain putus, dan semakin banyak kita pacaran, semakin banyak kita ngerasain putus. Pacaran pada dasarnya punya resiko: ngambekan, marah, dan akhirnya diselingkuhi, dan patah hati. Tapi kita, sebagai manusia, tetep aja masih mau pacaran. Karena kita, seperti belalang, tahu bahwa untuk mencintai seseorang, butuh keberanian.
    Gue memulai buku ini dengan berusaha memahami apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam pengalaman-pengalaman gue. Dan di halaman terakhir ini, gue merasa ... tetep gak mengerti, sama seperti gue memulai halaman pertama.

    Alih-alih seperti belalang, gue merasa seperti seekor marmut berwarna merah jambu yang terus-menerus jatuh cinta, loncat dari satu relationship ke yang lainnya, mencoba berlari dan berlari di dalam roda bernama cinta, seolah-olah maju, tapi tidak ... karena sebenarnya jalan di tempat. Entah sudah berapa kali gue naksir orang sebelum bertemu pacar gue yang sekarang ini. Entah berapa kali patah hati, berantem, cemburu yang gue alami sebelum ketemu dia. Entar berapa kali nembak dan putus, seolah-olah gue berlari dan berlari dari suatu hubungan gagal ke hubungan gagal lainnya, seperti marmut yang tidak tahu kapan harus berhenti berlari di roda yang berputar. Dan hubungan kali ini, setiap gue memandangi dia, pertanyaan besar itu pun timbul: apakah sekarang saaatnya berhenti ?

kalimat ini saya kutip dari buku Marmut Merah Jambu by: raditya dika

2 komentar: